Log Book Sri Hidayati

Hari/Tgl : Kamis, 20 Maret 2015


05.00 08.40 : Jakarta – Tarakan, Lion: lama penerbangan kurang lebih menempuh waktu 2 jam 40 menit.
10.40 – 14.00 : Tarakan – Nunukan, menyeberang pulau dengan speedboat selama kurang lebih 3 jam perjalanan laut.
14. 15 : Hotel Laura
14.15 – 16.30 istirahat
16.30 – 18.00 survai hotel, jjs
18.00 – 19.00 shalat magrib di masjid raya. Jamaah lumayan ramai (Jamaah laki-laki sebanyak 4 shaf terdiri dari orang tua, setengah tua dan anak-anak. Jamaah perempuan sebanyak 1/2 shaf. Selesai shalat Jamaah dilanjutkan dengan Tadarus membaca surat yasin.

Hari/tgl : Jumat, 21 maret 2014
07.30 – 08.00 Dijemput oleh bapak kankemenag (H.M. Shaberah, S.Ag. MM) menuju kantor kementrian Agama Nunukan. Di tengah perjalanan terlihat antrian panjang kendaraan yang akan mengisi bahan bakar di 2 SPBU yang berseberangan. Menurut Bapak H.M. Shaberah antrian panjang di SPBU merupakan hal yang biasa terjadi di nunukan. Pembelian bahan bakar setiap kendaraan roda 4 dibatasi maksimal 10 liter/harinya.
09.00 – 15.00 Kantor Kemenag Nunukan
Ruangan kasi hajj dan umrah tidak terlalu luas, kira-kira 4 x 4 m2, di sebelah Kanan pintu masuk terletak meja pak kasi Dengan 1 kursi tamu di depannya, di sebelah Kiri pintu masuk terdapat 1 meja staf dan 1 kursi tamu di depannya. Agak kedalam tempat operator siskohaj, computer, dan lemari tempat penyimpanan berkas arsip dan lain-lain.
Di depan pintu masuk ruang terbuka dibuat sekat untuk locket/ meja pendaftaran haji dengan 2 kursi pelayanan, dan 2 kursi pendaftar di depannya, juga Papan informasi haji.
Wawancara dengan Kasi. URAIS HAJI & UMRAH (Drs. Syarifuddin)
A.      Prosedur & Persyaratan Pelayanan (IPD 1,2)
Tanya  : Bagaimana prosedur pelayanan haji & umrah di Kab. Nunukan ini?
Jawab  : Untuk prosedur pelayanan haji & umrah sama dengan di daerah-daerah lain di Indonesia, sesuai dengan peraturan pemerintah, sebagai berikut:
1.      Sebelum mendaftar ke kankemenag calon jamaah harus membuka rekening haji di bank-bank yang telah ditunjuk pemerintah dengan dana setoran awal sebesar Rp. 25 juta
2.      Jamaah mendaftar ke kankemenag dengan membawa persyaratan sbb:
-          KTP
-          KK
-          Surat keterangan sehat dari puskesmas
-          Fotocopy ijazah/akte lahir/akte nikah
-          Pas foto ukuran 3 x 4 sebanyak 36 lembar
-          Fotocopy buku rekening
3.      Entri Data, foto dan scan sidik 10 jari
4.      Calon jamaah mendapatkan SPPH (Surat Pendaftaran Pergi Haji)
5.      Calon Jemaah haji kembali ke bank dengan membawa SPPH, Bank menyetor dana pendaftaran haji ke rekening Haji kemenag RI.
6.      Calon Jemaah haji kembali ke kankemenag dan mendapatkan daftar tunggu.
B.      Petugas Pelayanan (IPD 3 – 9)
Tanya : Berapa orang pegawai yang melayani pendaftaran haji?
Jawab : Petugas terdiri dari 2 orang staf dan saya sendiri (kasi haji & umrah).  Di meja pendaftaran, 1 petugas (PNS), dan 1 petugas operator Siskohaj (karyawan honorer).
Tanya : Jam berapa pelayanan dimulai, dan ditutup?
Jawab : Pelayanan dimulai dari jam 08.00 – 16.00 (senin-kamis) 08.00 – 16.30 (jumat). Dua petugas ini standbay setiap jam kerja di meja pendaftaran.
Tanya : Apabila salah seorang berhalangan hadir, atau seluruh petugas haji tidak hadir bagaimana? Apakah calon jamaah diminta untuk menunggu atau diminta dating lagi besok harinya?
Jawab : Oh, tidak. Pegawai lain di kankemenag ini dapat menggantikan.
Tanya : Bagaimana mengenai kecepatan pelayanan?
Jawab : Kecepatan pelayanan tergantung dengan jaringan internet. Selagi jaringan bagus, pelayanan dapat terlaksana dengan cepat (kurang lebih 15 – 20 menit) tergantung lamanya calon jamaah mengisi formulir pendaftaran dan dilanjutkan dengan input data, foto dan pengambilan sidik jari.
Tanya : Berapa biaya pendaftaran haji?
Jawab : Semua pelayanan tidak dikenakan biaya.
Tanya : Berapa kuota untuk kabupaten Nunukan ?
Jawab : 107 jamaah/tahun
Tanya : Berapa calon jamaah haji yang telah mendaftar tahun 2014 ini?
Jawab : Bulan Januari telah terdaftar sebanyak 43 orang, bulan februari 26 orang, bulan maret sampai tgl 20 sebanyak 14 orang. Sedangkan sebagai bahan perbandingan, tahun 2013 yang telah mendaftar sebanyak 432 orang. Mendaftar tahun ini, daftar tunggu kira-kira 14 tahun.
Tanya : Mengenai manasik haji, apakah kankemenag menyelenggarakan?
Jawab : Manasik haji dilaksanakan oleh kankemenag 3 x sebelum keberangkatan jamaah, di KUA melaksanakan 7 x, dan kankemenag bekerjasama dengan Pemda (Kesra) selama 3 hari.
Tanya : Apakah semua kegiatan manasik haji, calon jamaah dikenakan biaya?
Jawab : Tidak sama sekali. Jamaah tidak dibebankan biaya apapun selama kegiatan manasik dilakukan. Jamaah hanya membayar ketika cek up kesehatan di RSUD sebesar Rp. 500.000 sebelum keberangkatan ke Tanah suci. Selain itu untuk jamaah yang berada diluar nunukan (sebatik dan krayan) menanggung biaya transportasi yang lumayan besar, karena untuk mendaftar haji ke kankemenag dan kegiatan manasik harus menggunakan speed boat.
Tanya : Dalam pelayanan haji, kendala apa yang sering dihadapi?
Jawab : Secara umum, Pelayanan Alhamdulillah lancar, tidak ada kendala. Hanya masalah jaringan internet yang menjadi kendala. Kadang sampai 3 hari jaringan baru bisa diakses.
Tanya : Kalau jaringan sedang buruk, apa yang dilakukan pihak kankemenag? Sedangkan untuk calon jamaah, masalah transportasi.
Jawab : Terpaksa kita suruh calon jamaah pulang, nanti setelah jaringan bagus kita telp mereka untuk kembali kesini untuk mendapatkan nomor antrian kuota.
Tanya : Apa harapan bapak ke Pusat untuk masalah haji ini?
Jawab : Kita berharap ada subsidi untuk transportasi bagi jamaah disini. Kasihan calon jamaah haji banyak mengeluarkan ongkos karena jauh dan harus menggunakan speed boat. Begitu pula untuk kuota haji kabupaten nunukan ditambah karena minat masyarakat muslim untuk pergi haji sangat tinggi.
Gambar 1. Ruang Kasi Haji & Umrah

Gambar 1. Meja Pendaftaran Haji
Gambar 2. Calon Jamaah haji sedang mendaftar (diperagakan oleh staf)

Gambar 3. Pengambilan foto
Gambar 4. Petugas Siskohaj sedang mengambil foto calon jamaah

Gambar 5. Papan informasi Haji

Sabtu, 22 Maret 2014 (Nunukan – Tawaw Malaysia)
Memasuki Pelabuhan penyeberangan Nunukan – Tawaw, banyak dijumpai money changer berjalan yaitu orang-orang yang menawarkan jasa penukaran uang dari rupiah (Rp) ke ringgit (RM) atau sebaliknya. Saat penukaran, harga Kurs 1 RM = Rp. 3460
Perlu waktu kira-kira 45 menit – 1 jam perjalanan dari nunukan menuju Tawaw Malaysia dengan menggunakan Speed boat. Speet bout yang kita tumpangi lumayan besar, bisa menampung sekitar 100 orang. Sambil menunggu speet boat penuh penumpang, di dalamnya banyak pedagang berlalu lalang menjajakan berbagai macam dagangan, mulai dari makanan minuman, pakaian, kartu selular. Dibangku terdepan terlihat seorang ibu yang dikelilingi 3 orang laki-laki. Nada bicaranya terdengar agak keras diantara mereka, rupanya si ibu merasa tertipu oleh 3 orang laki-laki tersebut yang ternyata adalah calo yang menawarkan jasa agar mudah melewati pemeriksaan imigrasi Indonesia. Si ibu diminta uang jasa melebihi dari yang diperjanjikan di awal. Lama mereka berdebat setelah akhirnya si ibu memberikan sejumlah uang yang mereka minta, 3 orang laki-laki tersebut pergi meninggalkan si ibu.
Setelah speed boat penuh, petugas mengumumkan kepada para pedagang untuk segera keluar karena kapal akan berangkat. “Kapal akan berangkat, kepada seluruh pedagang, baik pedagang barang maupun pedagang hati diharap segera keluar”. Kira-kira seperti itu teriakan petugas yang di ulang 2 kali.
Mendekati Tawaw, kapal mulai mengurangi kecepatan, penumpang mulai bergerak mendekati pintu keluar. Begitu kapal berhenti merapat, penumpang berdesakan keluar dan bergegas menuju pintu gerbang pemeriksaan imigrasi Malaysia. Tidak seperti di imigrasi yang berada di Nunukan, loket pemeriksaan paspor selalu terbuka sehingga tidak menimbulkan antrean panjang, di imigrasi Tawaw, pintu pagar ditutup sampai penumpang yang turun dari kapal tadi antre panjang berdesakan. Kemudian pagar dibuka dan petugas penjaga pagar berteriak : “Malaysia…! Malaysia..! masuk… Beri jalan untuk Malaysia..! Penumpang Malaysia yang berada di belakang maju, sementara penumpang Indonesia yang berada diantrian depan harus memberi jalan. Kalau tidak, petugas akan berteriak-teriak dengan wajah marah. Petugas terus memanggil penumpang Malaysia sampai tidak ada lagi yang tersisa, loket dibiarkan kosong sampai penumpang Malaysia benar-benar selesai terlayani. Setelah itu petugas berteriak memanggil penumpang PP untuk masuk pemeriksaan semacam passport khusus bagi pekerja/pegawai yang tinggal di Nunukan dan berkantor di Malaysia. Setelah itu, ibu hamil, yang membawa bayi dan anak-anak. Setelah itu baru penumpang umumnya masuk. Lamanya antri bisa mencapai 2 jam atau lebih. Loket pemeriksaan imigrasi 2 – 3 buah.
Peristiwa di imigrasi pemeriksaan masuk Tawaw terulang kembali ketika akan keluar Tawaw di pintu gerbang imigrasi. Pintu gerbang tertutup sampai terlihat antrian panjang, pintu dibuka sedikit untuk memberi masuk warga Malaysia yang hendak menuju Nunukan Indonesia sambil teriak : “Malaysia…! Malaysia..! Masuk… Beri jalan Malaysia…! Setelah Malaysia masuk, pintu ditutup kembali. Beberapa menit kemudian, pintu dibuka kembali : “Malaysia..! masih ada Malaysia..? begitu seterusnya.. Sempat ibu Wahidah (salah seorang tim peneliti) protes agar tidak diskriminatif terhadap warga Indonesia, tapi petugas tidak peduli.

Minggu, 23 Maret 2014
07.00 – 09.30 Mengikuti gerak jalan di mulai dari Halaman GOR Nunukan berjalan sekitar 2 km dan berbalik menuju GOR kembali. Gerak jalan dalam rangka Hari Jadi Ibu-ibu PKK Kabupaten Nunukan. Gerak jalan diikuti ribuan warga Nunukan. Menurut salah satu panitia, kupon doorprize disiapkan sebanyak 6000 lembar. Dalam acara tersebut juga digelar bazar yang menjual aneka makanan dan kerajinan, hiburan, dan puluhan hadiah doorprize barang-barang elektonic dan 8 buah sepeda motor. Hadir dalam acara tersebut, Bupati Nunukan H. Basri dan Istri, anggota DPRD, diantaranya Luther Kombong (PDIP), pejabat beserta karyawan dinas, pegawai diberbagai kementrian yang ada di Nunukan, disamping warga masyarakat.

Senin, 24 Maret 2014 (Nunukan – Sebatik – Tapal Batas NKRI Malaysia)
07.30 – 08.15 Perjalanan dari hotel menuju pelabuhan sei Jepun untuk menyeberang ke sebatik. Di pelabuhan Sei Jepun tampak beberapa orang berpakaian seragam hijau Linmas yang sedang menunggu kapal kecil/perahu kecil mesin yang bermuatan antara 5 – 8 penumpang. Mereka adalah para pegawai yang tinggal di Nunukan dan berkantor di sebatik.
08.30 – 08.50 Menyeberang dengan speed boat dengan gelombang ombak yang lumayan besar.
08.50 – 10.00 Perjalanan menuju kota sebatik timur.
Turun dari speed boat, naik ke dermaga, terlihat rumah-rumah panggung terbuat dari papan, di depan rumah tampak rumput laut dan udang yang sedang dijemur. Beberapa km dari dermaga, rumah penduduk yang tidak terlalu rapat dan seterusnya tampak kebun kelapa sawit. Jalan tidak terlalu lebar, cukup 2 jalur mobil dengan jalan aspal dan banyak yang rusak. Perjalanan menanjak, menurun dan sedikit berliku. Kiri kanan jalan rumah asli berbentuk panggung masih banyak terlihat, disamping rumah-rumah tembok. Kebun kelapa juga banyak terlihat disisi kanan dan kiri jalan. Tanah di sebatik terlihat lebih sedikit subur dibanding dengan tanah di Nunukan. Menurut informasi pak sopir yang mengantar kami, sudah kira-kira 4 bulan tidak turun hujan. Alhamdulillah, selama kami di Nunukan hujan sudah 3 kali. Hari kamis malam (20 maret),  Jumat sore (21 maret), dan senin malam (23 maret).
            Melintas jalan menuju Kota sebatik (sebatik induk) mobil yang membawa kaki sempat di stop TNI penjaga perbatasan. Pak sopir menepi sambil membuka kaca jendela. Begitu melihat salah seorang diantara kami memakai Baju dinas hijau linmas, mereka mempersilahkan kami melanjutkan perjalanan.
Memasuki kota sebatik, jalan semakin luas (masing-masing 2 jalur). Terdapat 3 hotel, supermarket yang menjual bermacam-macam perlengkapan rumah tangga, Bank BNI, ATM BRI, kompleks pertokoan. Menurut informasi pak sopir (Rustam) 1 hotel yang kita menginap (Hotel Queen, 4 lantai, terdapat family karaoke), supermarket, gedung Bank BNI dan kompleks pertokoan adalah milik pengusaha asal Bugis (H. Herman Baco, SE) dan istrinya asal Kebalen Surabaya. Nama supermarket di ambil dari nama asal daerah istrinya (Kebalen Supermarket).
10.30 – 12.00 Menemui Ketua MUI Bapak Suniman Latasi, BA di Yayasan Islam Indonesia Pulau Sebatik (YIIPS)
Gambar gedung sekolah MTs YIIPS

Gambar gedung MA YIIPS
Gambar gedung masjid YIIPS yang belum selesai
15.00-16.30 Melihat patok batas NKRI – Malaysia
Jarak dari pusat Kota sebatik induk ke patok 1 batas NKRI tidak terlalu jauh, sekitar 10 - 15 menit perjalanan mengendarai mobil.



Gambar Patok asli Batas wilayah NKRI – Malaysia

Gambar Patok Batas wilayah NKRI-Malaysia yang diperbaharui

Gambar Perbatasan NKRI-Malaysia
 (sebelah kiri wilayah Malaysia, sebelah kanan wilayah Indonesia)

Selasa, 25 Maret 2014 (KUA Sebatik)
KUA Sebatik Timur terletak kira-kira 500 m masuk ke dalam dari jalan raya. Alamat tepatnya Jl. Gembira Rt 13 Dusun Rawa Indah Desa Bukit Aru Indah Kecamatan Sebatik Timur. Sesuai dengan nama alamatnya, kantor KUA memang berada di tengah rawa. Kalau hujan, jalan di depan KUA becek berlumpur tanah liat. Bangunannya tidak terlalu besar kira-kira 5 x 7 m2. Terdiri dari Ruang kepala KUA, loket pendaftaran (secretariat, ruang bendahara merangkap ruang BP4, dan ruang staf yang sekaligus digunakan untuk pelaksanaan akad nikah apabila dilaksanakan di kantor. Ruang untuk pelaksanaan akad nikah hanya dibatasi menggunakan gorden. Apabila tidak digunakan untuk akad nikah, ruangan dibiarkan terbuka untuk staf.

Gambar Kantor Urusan Agama Sebatik Timur tampak dari depan





Focus Group Discussion (FGD), kamis, 27/03/2014
FGD sessi 1 (09.00 – 11.30)
Discuss dibuat menjadi 2 kelompok, kelompok pertama terdiri Dari pejabat terkait yaitu
1.       Kepala kankemenag, H.M. shaberah, S.Ag. MM
2.       Kepala imigrasi, I. Gunawan KS
3.       Kepala dinas kependudukan dan pencatatan sipil,
4.       Kasi Haji dan Umrah, Drs. Syarifuddin
5.       Penyuluh Agama kankemenag
6.       Bimas Islam
7.       Kesbangpol
Dari 7 yang di undang tersebut, hadir Kepala imigrasi bapak Gunawan KS didampingi Kepala bagian dokumentasi bapak Rudi, mewakili dinas kependudukan, ibu Firaeni (kabid kependudukan), Kepala kankemenag, kasi Haji dan umrah, penyuluh Agama kemenag bapak Zaim Fathoni. Sedangkan berhalangan hadir Kesbangpol Karena sedang berada di luar nunukan.
Discuss dimulai jam 09.20 dibuka oleh bapak kankemenag
A. Kondisi keagamaan
1.       Kankemenag. Kondisi keagamaan di kab. Nunukan tidak Ada masalah, aman dan damai. Diantara pemeluk Agama hidup harmonis dan toleransinya baik.
Permasalahan :
-          TKI yang Bekerja di Tawaw yang mendaftar Haji di Nunukan banyak yang memiliki KTP Ganda, perbedaan nama Antara nama yang tercantum di paspor dan nama yang tercantum di KTP.
-          Pendaftar haji tidak mempunyai akte lahir, akte nikah, pasort ditahan majikan di Tawaw
2.       Penyuluh :
-          Tidak Ada gesekan antar umat Beragama
-          Fasilitas yang mendukung untuk pembinaan umat sangat kurang, seperti perpustakaan yang berisi Buku keagamaan.
-          Penyuluh baru Bergerak pada level menengah kebawah, belum menyentuh sampai level atas Karena SDM belum memadai.
-          Majelis taklim Ada, binaan desa belum Ada, madrasah diniyah belum banyak.
-          Ada organisasi tertentu yang mengirim anggotanya untuk pembinaan umat, diantaranya yayasan Qalbussalim, muhammadiyah bekerjasama Dengan Dewan Dakwah Islamiyah dan Bimas Islam, Al-Khairat mengirim guru-guru di sekolah
-          Pembinaan muallaf dengan membentuk majlis taklim Husnul Khatimah 3 x dalam seminggu.
3.       Imigrasi
Ada 3 macam dokumen yang biasa dimiliki penduduk Nunukan, khususnya yang berada di daerah perbatasan seperti di sebatik dan di Lumbis: IC (identity card) yaitu WNI yang mempunyai KTP malaysia karena ada family atau orang Malaysia yang menjadi penjamin, KTP tanda pengenal WNI, PLB (Pos Lintas Batas) semacam paspor untuk izin masuk keluar Tawaw untuk bekerja atau berbelanja kebutuhan harian masyarakat perbatasan. PLB ini diterbitkan oleh kantor imigrasi nunukan dan di Pos perbatasan.
Permasalahan pada pembuatan paspor haji.
-          Permasalahan terletak pada perbedaan antara nama pada waktu pendaftaran di kankemenag dan paspor yang sudah dimiliki calon haji. Karena kebanyakan yang bermasalah adalah para TKI di Tawaw yang telah memiliki paspor berbeda nama dengan KTP yang mereka pergunakan untuk mendaftar haji.
-          Pembuatan paspor haji sudah menggunakan system online, begitu juga E-KTP. Sehingga apabila nama dalam passport berbeda dengan yang tercantum dalam KTP, system secara otomatis menolak. Sementara pembuatan passport haji ada deadline waktunya.
Usulan agar sebelum mendaftar haji sudah membuat paspor lebih dahulu sehigga peryaratan haji mengikuti data yang ada di paspor.
4.       Dispencapil (Dinas Kependudukan dan pencatatan sipil)
-          Untuk pencatatan perkawinan bagi warga nunukan non muslim, dengan menggunakan system jemput bola 2 x pertahun per kecamatan, terutama di wilayah 3 karena penduduk di wilayah 3 sulit ke kota yang membutuhkan banyak biaya karena harrus menggunakan pesawat kecil. Biaya dari lumbis ke kota salong bias mencapai 7 jt rupiah, belum lagi harus meneruskan perjalanan menuju nunukan. Nunukan terdiri dari 3 wilayah, wilayah 1 di pulau nunukan terdiri dari kecamatan nunukan, nunukan selatan; wilayah 2 di pulau sebatik berbatasan dengan Malaysia terdiri dari sebatik barat, sebatik timur, sebatik utara, sebatik tengah; Wilayah 3 menyatu dengan pulau Kalimantan terdiri dari krayan, sebuku, sembakung, Tulin Onsay, Lumbis, Lumbis Ogong. Untuk wilayah 3 sangat sulit transportasi dan alat komunikasi sehingga menggunakan telex.
-          Syarat pencatatan perkawinan bagi non muslim harus ada surat keterangan dari gereja.

B. Pengaruh budaya, social, ekonomi Negara tetangga terhadap Indonesia
1.       Fashion, anak-anak TKI yang belajar di sekolah Indonesia menggunakan pakaian seperti pakaian Malaysia (fitrieni)
2.       Tarian Jepen merupakan akulturasi dari daerah tidung (fitrieni)
3.       Pilihan produk Malaysia. Misalnya ada 2 produk sama, 1 produk Indonesia dn 1 lagi produk Indonesia, masyarakat lebih memilih produk Malaysia. Alasannya bisa karena kualitas lebih bagus, atau bias juga karena lebih bergengsi. Produk Malaysia yang banyak jadi pilihan masyarakat seperti minyak goring, gula pasir, milo, tong ges (gas elpiji). Daging kemasan Rp. 65.000.kg. Daging tersebut merupakan daging impor dari Negara lain ke Malaysia, kemudian dipilih yang bagus oleh Malaysia, sisanya yang jelek dikirim ke nunukan.  (Pak Rudi)

FGD sessi 2 (14.00 – 16.00)
Peserta yang hadir :
1.       Ketua FKUB (Bapak H. Hermansah)
2.       Perwakilan dari Muhammadiyah (Bapak H. Usman dan Bapak H. Halisa)
3.       Perwakilan dari gereja Katolik (Victor)
4.       Ketua GOW (Gabungan Organisasi Wanita) ibu Suarni

A.      Kondisi Keagamaan
1.       Ketua FKUB (H. Hermansyah)
-          Tugas FKUB
o   Melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat
o   Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat
o   Menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati
o   Melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan dibidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat
o   Memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.
-          Kerukunan umat beragama di Nunukan aman, damai, tidak ada gesekan karena didukung oleh pemerintah, adat, dan masyarakat.
-          Upaya-upaya FKUB dalam rangka mengupayakan keharmonisan antar umat beragama antara lain :
o   Memberikan pemahaman kepada masyarakat 1 kali pertemuan setiap 3 bulan
o   Selalu mengingatkan tokoh agama agar menyampaikan kepada umatnya tentang pentingnya kerukunan beragama
o   Melaporkan permasalahan yang ada kepada aparat
o   Himbauan kepada tokoh-tokoh agama untuk mengadakan dialog di tingkat kecamatan sampai desa
o   Doa lintas agama dalam rangka menghadapi pemilu damai
o   Menjalin hubungan dengan Negara tetangga, kunjungan ke kinabalu. Bangga menjadi bangsa Indonesia yang bias bergandeng tangan antar agama yang ada di Indonesia.
-          Untuk daerah perbatasan,khususnya di Nunukan tidak berlaku aturan 90 – 60 % setuju pendirian rumah ibadah, karena penduduk di nunukan tidak sebanyak di pulau jawa.
-          Perbandingan umat Islam dan non muslim sekitar 50 % - 50 %. Di Krayan mayoritas penduduk beragama Kristen, sementara di sebatik mayoritas penduduk muslim. Konghuchu sekitar 35 orang tapi memiliki klenteng yang besar. Kristen memiliki banyak sekte, masing-masing sekte mempunyai jamaah sendiri dan harus memiliki tempat ibadah sendiri.

2.       Perwakilan Gereja Katolik (Viktor)
-          Pihak gereja sulit dalam mendata secara pasti jumlah jamaat Katolik yang kebanyakan berasal dari Flores. Karena Nunukan sebagai tempat transit mereka ke Malaysia. Jumlah jamaat tahun 2013 sekitar 7000 – 8000 jamaat.
-          Wilayah pelayanan
o   Nunukan terdiri 1 gereja pusat dan 4 kapel (gereja kecil)
o   Di Pulau sebatik terdapat di desa Lordes
o   Krayan induk
-          Jumlah pelayan 2 pastor

-          Pembinaan yang ada

Log Book Wahidah R Bulan

Hari Pertama, Kamis, 20 Maret 2014
Menuju Nunukan. Alhamdulillah lancar meski dikejutkan oleh satu dua kejadian...

Perjalan menuju lokasi Penelitian alhamdulillah berjalan dengan tak banyak menemui rintangan meski tidak sepenuhnya mudah. Yang utama tentu karena harus berangkat beberapa jam saja setelah pergantian waktu, jam setengah tiga dini hari, di hari Kamis, 20 Maret 2014. 
Bukan perkara yang berat sekiranya beberapa hari sebelumnya tidak diisi dengan aneka agenda. Tapi disitu duduk soalnya. Harus mengurus banyak hal sebelum berangkat mulai dari urusan mencari pengajar pengganti, meninggalkan kegiatan Pendidikan Awal (semacam pengenalan aneka hal tentang UPN tempat dimana saya baru bergabung mengajar), melobby penundaan beberapa kegiatan supaya bisa diselesaikan setelah kembali dari penelitian, selain yang tak kalah heboh, menjemput ibu dan "pasukannya" yang akan menemani Fayyadh anak saya selama saya pergi. Saya sebut pasukan karena begitulah yang terjadi. Kalau ibu bermalam di rumah itu artinya semua orang yang tinggal di rumah ibu juga harus ikut serta!
Malam sebelum berangkat sebetulnya saya sampai dirumah sudah menjelang tengah malam, hampir jam 11! Packing sebentar segera setelah sampai rumah, tak terasa sudah jam setengah satu dini hari. Jadi praktis cuma bisa memicingkan mata satu jam! Kehebohan bertambah lengkap karena taxi yang diorder datang terlalu dini. Belum lagi jam dua pagi sudah datang! Agak terburu-buru karena tak enak ditunggu, meski alhamdulillah tak banyak barang yang tertinggal.
Perjalanan ke Bandara cukup lancar. Karenanya jam empat kurang sedikit saya sudah sampai bandara Soekarno Hatta, beberapa menit setelah Bu Kustini sampai. Kami berpapasan saat mengambil barang di bagian pemeriksaan. 
Penerbangan pun alhamdulillah lancar, berangkat dan sampai tepat waktu! Dan itu kenikmatan yang sudah lebih dari segalanya mengingat kami berangkat dengan Lion Air yang terkenal dengan waktunya yang super ngaret itu! Karenanya meski tidak bisa duduk nyaman selama di pesawat lantaran pengatur kursi tidak berfungsi, itu hanya gangguan tak berarti. 

Juga alhamdulillah bisa membayar sedikit rasa kantuk yang masih tersisa saat di pesawat selama dua setengah jam penerbangan. 
Mendarat di Bandara Juwata, Tarakan, sekitar pukul 09.00 waktu setempat, kami langsung mencarter mobil menuju dermaga begitu sampai. Masih harus melanjutkan perjalanan dengan speed boat (orang-orang hanya menyebutnya dengan speed) selama 3 jam!
Teriknya cuaca Tarakan jangan lagi ditanya. Serasa di Makkah atau Madinah! Temperatur udara mungkin mencapai 32-33 derajat! Buat kami perempuan hal itu tentu saja sangat menyiksa! Program mahal-mahal untuk perawatan gagal total deh :D 

Kami harus menunggu agak lama disini. Meski banyak kapal yang datang dan pergi, speed boat dengan tujuan Nunukan hingga sejam lebih belum juga datang. Yang terdengar hanya panggilan-panggilan untuk tujuan Malinau, Sungai Nyamuk, dan beberapa tempat lain yang tidak terlalu jelas terdengar. 

Karena berada dalam ketidak-pastian, Sulastri mengambil inisiatif bertanya kepada petugas untuk mencari tahu kapan speed boat kami (Mutiara Indah) akan datang. Tepatnya bertanya kepada seseorang yang kami anggap petugas! Penampilannya agak tak meyakinkan. Selain tidak berseragam juga bicara dengan kata-kata agak kasar bak preman. Tapi karena tampak sibuk mencatat di belakang satu-satunya meja yang tersedia serta mondar-mandir menanyai calon penumpang, selain sesekali memberikan pengumuman melalui toa yang dipegangnya, di tempat itu rasanya laki-laki itu menjadi layak untuk ditanya-tanyai. Dengan agak ketus ia menjawab pertanyaan Sulastri: "Biar sampai besok kalau belum dipanggil ya tetap duduk saja di situ menunggu!" Oala... !!!
Mencoba mengisi kepenatasan dengan mengabadikan beberapa gambar, setelah sejam lebih akhirnya kapal yang ditunggu-tunggu datang juga. Jauh lebih baik dari yang dibayangkan! Meski tak terlalu besar, kapal yang kami naiki cukup nyaman. Ber-ac dan dengan bangku berlapis beludru. Kapal menjadi lebih nyaman karena penumpang tak terlalu banyak. Kursi di sebelah saya duduk kosong. Bisa berselonjor kalau mau. Di sudut kabin, tak jauh dari tempat masuk, tersedia televisi. Lumayan untuk pengusir kejenuhan sebenarnya karena perjalanan lumayan panjang, hampir tiga jam! Sayangnya tontonan yang disajikan tidak menghibur. Film kekerasan yang membuat perut mual karena adegan sadis berlebihan. Saya akhirnya lebih memilih melanjutkan tidur. Kantuk masih saja terasa. Berdua Bu Kabid saya kami berlomba siapa yang tidur paling khusyu :D

Setibanya di Dermaga Nunukan kami mencarter mobil menuju hotel yang disarankan oleh pihak Kemenag, Laura Hotel. Hotel bintang dua (?) yang tampak bersih dan lumayan untuk ukuran kota kecil semacam Nunukan. Setelah check in dan stirahat sebentar, sore hari kami berkeliling ke sekitar hotel, melihat kondisi lingkungan sambil mencari makan. 

Jalan cukup ramai dengan orang berjalan kaki maupun pengguna motor dan angkutan umum. Toko-toko berjajar mulai dari warung kelontong, penjaja makanan dan minuman, mini market, biro iklan, travel, selain juga terdapat PAUD tak jauh dari hotel. Kami juga melihat beberapa hotel dan penginapan lain. Yang agak besar ada Marvell Hotel dan Hotel one Fortune. Selain itu ada alun-alun, Monumen Dwikora, Perpustakaan daerah, serta yang cukup mencolok, gereja yang tampak dimana-mana. Dalam radius dua ratus meter saja bisa ditemui dua sampai tiga gereja.
Gereja yang tepat berada di depan Hotel Laura

Alun-alun Nunukan
Monumen Dwikora
Suasana di sekitar Hotel Laura...
Kami juga sempat mengunjungi Masjid Agung (Mesjid AL-Mujahidin) Nunukan serta sholat Magrib berjama'ah di sana. Jamaah cukup banyak. Dibarisan laki-laki terdapat jama'ah hingga lebih dari lima shaff. Ibu-ibu dan anak yang berada di bagian belakang juga lumayan banyak. Karena malam Jum'at, selepas magrib sebagian jama'ah tidak langsung pulang. Sebagian membaca qur'an (yasin) dan buku-buku doa yang mereka bawa, selain ada pula yang membaca sholawat dan doa-doa mengikuti imam. Pemandangan yang tak jauh berbeda dengan apa yang biasa kita temuai di Jawa (Pulau Jawa).
 

Hari Kedua, Jum’at 21 Maret 2014:
ORIENTASI AWAL LAPANGAN, MENGUNJUNGI KEMENAG. 
Kegiatan pertama Penelitian Perbatasan di Nunukan diisi dengan perkenalan dengan Kepala Kemenag Kab. Nunukan dan dilanjutkan dengan pendalaman informasi kepada bidang-bidang terkait. Bu Kustini mewawancarai Penyuluh Agama Kristen, Bu Sri Hidayati ke Kabid Haji, sementara saya dan Bu Sulastri ke Kabid. Bimas Islam, Drs. H. Muh. Tahir.
Ada beberapa catatan penting pembicaraan dengan Ka Kemenag. Diantaranya beliau menyampaikan beberapa kebutuhan dalam upaya memaksimalkan pelayanan keagamaan di Kabupaten Nunukan. Setidaknya tiga hal penting berikut yang menjadi perhatian beliau:
-    Adanya kebutuhan melakukan sensus agama untuk mengetahui jumlah pasti penduduk berdasarkan agama mengingat data yang tersedia (di KUA, berdasarkan sumber data dari kepala desa) validitasnya tidak dapat dijamin. Sensus BPS tidak menyertakan data penduduk berdasarkan agama. BPS selama ini menggunakan data Kemenag
-       Adanya kebutuhan penambahan tenaga penyuluh agama mengingat tenaga penyuluh yang ada jumlahnya sangat terbatas: 7 (tujuh) orang penyuluh agama Islam dan 1 (satu) orang penyuluh agama kristen.
-       Terdapat kebutuhan pendiran sekolah agama mengingat sekolah negeri agama belum ada. Sekolah agama yang ada dikelola swasta (YIIPS dan Mutiara Bangsa).
YIIPS yang diceritakan oleh Kemenag,
yang alhamdulillah sempat kami datangi saat ke Sebatik


Dengan Kadis Bimas Islam, informasi berikut yang kami catat sebagai informasi penting.
Untuk pelaksanaan monitoring kepada KUA dan penghulu yang merupakan tupoksi Bimas Islam dilakukan sejumlah kegiatan berikut: pendistribusian blanko NR, monitoring ke KUA (3x/tahun), serta rapat kordinasi dengan seluruh KUA dan staf.

Namun demikian mereka menghadapi sejumlah permasalahan. Hambatan utama terkait dengan persoalan terbatasnya SDM, kondisi geografis yang berjauhan dan sulit dijangkau (untuk datang ke Kecamatan Krayan misalnya harus menggunakan pesawat terbang dan dengan daftar tunggu sampai satu bulan karena pesawat yang tersedia hanya pesawat dengan muatan maksimal12 orang), serta terbatasnya sarana dan prasarana daerah layanan terutama di Krayan yang dibeberapa desa tidak tersedia listrik.


Untuk mengatasi berbagai keterbatasan tersebut Bimas mencoba melakukan beberapa hal seperti mengangkat tenaga P3N untuk mengisi kebutuhan akan penghulu. Dari 16 kecamatan yang ada (setelah pemekaran) hanya terdapat tujuh KUA, yaitu: KUA Sebatik Induk (juga melayani Sebatik Utara, Tengah, dan Timur), Sebatik Barat, Nunukan (juga melayani Nunukan Selatan), Krayan (juga melayani Krayan Selatan), Sebuku, Lumbis, dan Sedadap. Sebenarnya sudah diusulkan penambahan 5 KUA sejak dua tahun lalu, namun hingga kini sayangnya belum juga ada persetujuan. Rekrutmen tenaga P3N pun relatif terbatas karena persoalan anggaran. Insentif yang tersedia untuk mereka sangat minim sementara biaya operasional cukup tinggi. Karena itu tenaga P3N diambil dari imam masjid dan tokoh agama mengingat para imam mesjid tersebut mendapat dana insentif dari pemerintah daerah. 

Dengan cara ini kebutuhan pendanaan untuk pemberian insentif dapat diatasi meski sesungguhnya belum memadai. Kebutuhan pendanaan (pemberian insentif) kepada P3N sebenarnya dapat diatasi jika keterlibatan pemda dapat dibenarkan secara undang-undang. Hal tersebut pernah dipraktekkan, yaitu Pemerintah Daerah Kab. Nunukan membantu pendanaan untuk pemberian insentif kepada tenga P3N yang ada (termasuk para penyuluh agama). Akan tetapi setelah ada larangan pemberian dana bantuan dari pemda kepada dinas vertikal, dana bantuan dari pemerintah daerah tidak lagi diberikan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, Kemenang Kab. Nunukan mengambil kebijakan memberi “ijin” kepada P3N menerima bayaran dari calon pengantin yang hendak dinikahkan sejauh hal tersebut dibicarakan “dari hati ke hati” (istilah Kemenag dan Kabid Bimas Islam serta KUA Sebatik Barat) dengan pengertian ada kerelaan dari pihak pemberi. Yang tidak diperkenankan pihak KUA atau P3N menetapkan tarif tertentu dalam pemberian layanan. Selain itu tindakan dibenarkan hanya jika pernikahan dilaksanakan di luar jam kantor dan dilaksanakan di luar kantor. 

Terkait dengan jumlah penghulu yang terbatas dan tidak semua kecamatan memiliki KUA, Kabid Bimas Islam melihat masih dapat diatasi dengan keberadaan P3N. Hal itu karena kebutuhan daerah terhadap petugas pencatat pernikahan tidaklah sama. Peristiwa pernikahan dibeberapa kecamatan bahkan sangat minim. Sebagai contoh jumlah N di Krayan pada tahun 2013 hanya 3, yaitu satu kali pada bulan Juni dan dua kali pada bulan Desember. Begitu pula peristiwa pernikahan yang terjadi di Lumbis, pada tahun 2013 hanya ada 10 (sepuluh) pernikahan, yaitu 3 pada Januari, masing-masing satu pernikahan pada Maret April, serta November, dan dua kali pada bulan Mei dan September. Total jumlah pernikahan pada tahun 2013 berjumlah 1.140 dengan jumlah N terbanyak di Kecamatan Nunukan (523), Sebatik Induk meliputi Sebatik Utara, Tengah, dan Timur sejumlah 289, Sebatik Barat 89, Sebuku 154, Sembakung 72, Lumbis 10, serta Krayan 3.

Isu pelayanan keagamaan yang cukup menonjol terkait dengan tingginya angka pernikahan yang tidak tercatat. Yang terbanyak terjadi pada para WNI yang bekerja di Malaysia yang melakukan pernikahan tidak resmi (tidak dicatat meski sah secara agama). Sebagian karena WNI tidak mampu memenuhi persyaratan administratif pencatatan pernikahan seperti memiliki paspor yang masih berlaku, KTP, serta surat bukti masih berstatus lajang atau surat bukti sudah bercerai. Terdapat pula cukup banyak kasus mereka yang ingin menikah lagi tapi tidak dapat menunjukkan surat bukti perceraian karena sebelumnya menikah siri. Meski umumnya karena persoalan administratif, terdapat pula kasus-kasus yang mendekat kepada persoalan kriminalitas (manipulasi data): menikah lagi sementara masih berstatus memiliki suami (sudah tidak cocok, diabaikan, dll), tapi tidak bisa bercerai karena pernikahan sebelumnya dilakukan secara siri atau karena suami tidak mau melepaskan. Begitu pula yang terjadi pada laki-laki, memalsukan data sebagai bujang karena tidak punya surat cerai (memang belum bercerai). 

Untuk mengatasi banyaknya kasus pernikahan tidak tercatat tersebut pemerintah daerah pada tahun 2013 memberi bantuan pendanaan dari APBD untuk melakukan isbath nikah kepada 1500 pasutri. Pelaksanaan isbath nikah belum seluruhnya dilaksanakan karena kendala waktu, namun tahap identifikasi (pendaftaran) sudah selesai dilakukan. Pelaksanaan isbath direncanakan dilaksanakan pada tahun 2014.

Persoalan lain yang cukup menonjol terkait dengan wilayah layanan yang cukup sulit dijangkau. Yang utama terjadi di Kecamatan Krayan. Wilayah hanya bisa dijangkau dengan menggunakan pesawat terbang. Selain biaya tiket cukup mahal, hampir satu setengah juta, harus menunggu lama untuk mendapatkan tiket (sebulan sebelum keberangkatan). Selain sulit dijangkau biaya hidup di Krayan sangat tinggi sementara tunjangan dan honor petugas sama antara satu daerah dengan daerah lain. Menurut Kabid Bimas Islam yang pernah tinggal di Krayan selama 5 tahun, jika tidak disertai spirit pengabdian yang kuat, personal yang ditempatkan di Krayan tidak akan kerasan. “Kalau tidak benar-benar ingin mengabdi, tidak akan sanggup. Medan sulit, orang Islam sedikit disana, sudah itu harga semua mahal. Kalau gula disini bisa 12 ribu atau lebih-lebih sedikit, disana bisa sampai Rp. 50.000. Begitu juga bahan-bahan kebutuhan pokok yang lain. Padahal gaji kita sama...” Kabid Bimas Islam mengusulkan perlunya kebijakan khusus (termasuk soal anggaran) untuk meningkatkan layanan keagamaan di daerah-daerah sulit seperti Krayan.

Terkait dengan pelaksanaan tupoksi pengadaan administrasi kemasjidan, secara umum sarana dan prasarana masjid yang ada relatif sudah memadai. Persoalan lebih terletak pada ketersediaan imam mesjid, kemampuan pengelolaan (manajemen masjid), dan skil pendukung lain yang diperlukan. Perlu kegiatan pelatihan untuk meningkatkan kecakapan pengelola masjid untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Sebagai contoh perlu peningkatan kemampuan SDM pengelola masjid untuk membuat proposal mengingat pemda kerap mengeluarkan program bantuan yang mensyaratkan perlunya proposal ajuan. Pengurus mesjid banyak yang tidak mampu merespon peluang tersebut karena keterbatasan kemampuan, selain di beberapa mesjid, infrastruktur pendukung yang dibutuhkan tidak tersedia. Jangankan komputer, beberapa mesjid bahkan sekedar mesin tik pun tidak punya.

Terkait dengan pelaksanaan tupoksi pengadaan zakat dan wakaf, isu pelayanan yang menonjol dihadapi diantaranya karena banyak warga tidak mengetahui cara menghitung zakat serta adanya kecenderungan menyalurkan zakat (terutama zakat mal) ke daerah asal (Sulawesi). Karenanya meski sudah menetap puluhan tahun di Nunukan, banyak warga Nunukan yang merasa lebih afdhol mengirim zakat mereka ke kampung halaman. Yang sudah cukup baik pengumpulan zakat PNS, karena zakat mereka langsung dipotong pada saat menerima gaji. Isu layanan lainnya terkait dengan masih kurangnya sosialisasi mengenai zakat ke masyarakat, sehingga masih banyak warga Nunukan yang tidak membayar zakat. 

Kerjasama Baznas dengan Kemenag dalam hal zakat sudah berjalan baik, dilakukan dengan memasukan personil Kemenag sebagai pengurus inti Baznas (bendahara). Dengan cara ini kordinasi berjalan maksimal. Selain itu terdapat kerjasama dalam penyaluran ziswaf antara Kemenag dengan Baznas, yaitu dengan menugaskan KUA sekaligus berperan membantu distribusi ziswaf di kecamatannya bersama dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang ada di desa-desa. Selain itu Kantor Kemenag juga menjadi sumber rujukan Baznas dan Pemda dalam pemberian bantuan beasiswa (atau dana bantuan pendidikan lainnya bagi siswa tidak mampu), yang dananya bersumber dari ziswaf.  Persoalan lain terkait zakat yang juga penting adalah persoalan distribusi zakat. Distribusi zakat baru berorientasi pada pemerataan bukan pemberdayaan. Akibatnya mustahik zakat dari waktu ke waktu tidak berhasil ditingkatkan keberadaannya (dari mustahik menjadi muzakki), atau para mustahik kerap menjadi mustahik zakat abadi. Terkait hal itu diusulkan oleh Bimas Islam untuk mengarahkan penyaluran zakat menajdi bantuan ekonomi produktif dan tidak sekedar pemerataan distribusi ziswaf.

Hari Ketiga, Sabtu, 22 Maret 2014: Meninjau Ke Tawau...
Guna mendapat gambaran yang utuh mengenai kondisi diperbatasan, kami memutuskan melakukan perjalanan ke Tawau. Ditemani seorang staf Kemenag, kami berangkat sekitar jam 7 dari hotel tempat menginap menuju dermaga Tunon Taka. Sempat menunggu beberapa saat, kami akhirnya berangkat ke Tawau menaiki kapal Purnama Indah yang sayangnya tak seindah namanya. Setelah perjalanan sekitar satu jam, kami sampai di Tawau. Waktu menunjukkan pukul 10 waktu Malaysia (sama dengan waktu Nunukan). 
Tak banyak kegiatan yang dilakukan serta informasi berharga yang diperoleh di sepanjang perjalanan menuju Tawau dan kembali lagi ke Nunukan kecuali menyaksikan interaksi antar penduduk Nunukan di kapal penyebrangan, di bagian imigrasi, serta suasana di pelabuhan dan pasar di Tawau. 

Pemandangan yang paling menarik saat berangkat, tertuju pada para penjual dan pembeli mata uang menawarkan jasanya di dalam kapal, berperan menggantikan fungsi money changerMeski di luar bandara terdapat money changer, pertukaran uang lebih banyak dilakukan melalui para penjaja penukaran uang tersebu, yang menjajakan mata uang seperti layaknya pedagang aqua! 

Informasipenting lainnya diperoleh dari percakapan dengan perempuan muda warga negara Malaysia yang duduk tepat di samping tempat saya duduk. Perempuan muda itu hendak kembali ke rumah mereka di Tawau dengan suami, dua anaknya yang masih balita serta kerabatnya yang juga turut serta, selepas bermalam di Nunukan menghadiri pernikahan anak familinya yang WNI dan menetap di Nunukan. Perjalanan ke Nunukan kerap dilakukannya, sekaligus menunjukkan relasi yang cukup intens antara penduduk Tawau dan Nunukan baik karena hubungan keluarga diantara mereka (banyak terjadi pernikahan antara WNI dengan WN Malaysia) atau karena relasi bisnis (urusan berdagang). 

Informasi penting lainnya, entah karena Pulau Nunukan yang tak terlalu besar dan padat (luas wilayah hanya 14.493 km² dengan jumlah berpenduduk pada tahun 2010 berdasarkan hasil sensus sekitar 140.842 jiwa), para penumpang sepertinya saling mengenal dengan baik. Cerita tentang sesorang yang baru mengadakan pesta, membeli kendaraan, pulang ke Sulawesi, menjadi pembicaraan yang diketahui dengan baik diantara mereka, meski mereka tidak tinggal berdekatan.
Saat kapal hendak merapat, sempat terdengar tangisan kencang seorang anak balita. Usut punya usut ternyata hal tersebut terjadi karena sang anak harus keluar kapal bersama seorang calo dan terpisah dari ibunya lantaran tidak mempunyai paspor maupun KITAS (tidak keluar melewati imigrasi tapi menuju tempat yang tidak terjangkau petugas imigrasi dengan menumpang perahu kecil). Cara ini tampaknya banyak dilakukan para pelintas batas yang tidak memiliki paspor yang bisa dikenali dari banyaknya calo-calo yang menawarkan jasa. Para TKI illegal tampaknya masuk ke Malaysia (Tawau) diantaranya dengan cara ini. Melihat kasak-kusuk yang cukup ramai dan transaksi yang tidak terlalu tertutup, cara tersebut sesungguhnya tidak terlalu sulit untuk diketahui petugas. Pertanyaannya kemudian, mengapa dibiarkan dan tidak diberantas oleh kepolisian Malaysia?

Pengalaman yang agak tak menyenangkan dan tak terlupa kami alami saat berada di bagian imigrasi, terutama saat kembali ke Nunukan. Setelah menunggu cukup lama di ruang tunggu yang padat dan tidak nyaman (kursi tunggu jumlahnya terbatas dan sebagian dalam kondisi rusak, ruangan terbuka dan penuh orang lalu lalang), kami harus berurusan dengan petugas imigrasi Malaysia yang memperlakukan WNI seolah warga kelas dua dengan memprioritaskan pelayanan pertama-tama kepada warga negara Malaysia meski warga negara Malaysia tersebut belakangan datang. Akibatnya para WNI yang hendak ke Tawau atau keluar dari Tawau menuju Nunukan kerap harus menghabiskan waktu cukup lama dibagian imigrasi. Bisa tiga sampai empat jam pada hari biasa! Itu pula sebabnya banyak WNI yang tidak terlalu suka ke Tawau dengan menggunakan kapal. Selain dengan Kapal perjalanan ke Tawau juga dapat ditempuh dengan menggunakan pesawat kecil).

Perlakuan para petugas yang membentak-bentak, mata melotot, menutup dan membuka pintu besi berjeruji dengan kasar, memukul-mukulkan kayu panjang seperti tongkat ke pintu besi untuk menenangkan orang-orang yang gaduh karena lama menunggu, terasa benar kalau WNI seluruhnya diperlakukan seperti TKI yang tertangkap tangan tidak mempunyai dokumen! Benar-benar menyulut emosi terutama bagi mereka yang sesekali saja datang ke Tawau seperti kami.  Apalagi karena lama harus berdiri dengan kondisi ruang yang tidak nyaman dan berdesak-desakan. 


Kebanyakan orang mencoba menahan diri dengan hanya menggerutu di dalam hati karena tidak mau berurusan dengan polisi, sementara satu dua tampak menggerutu, dan jarang sekali yang memprotes meski merasa tidak nyaman. Kelihatan benar kalau WNI berada dalam kondisi tidak berdaya terhadap perlakuan tersebut. 

Meski WNI diperlakukan kasar, peristiwa serupa tidak terjadi di imigrasi Indonesia. Loket pelayanan yang lebih banyak serta pintu yang selalu dibuka dan tidak dibuka tutup seperti yang terjadi di Tawau, menyebabkan tidak terdapat antrian yang berarti. Selain itu tidak terjadi pembedaan perlakuan antara WNI dengan WNA oleh petugas imigrasi.
Informasi terkait dengan pelayanan keagamaan diperoleh penulis saat menanti pesanan makan siang di sebuah warung makan di Tawau. Penulis sempat berbincang dengan seorang WNI yang sudah sejak tahun 1992 bekerja di Tawau, Ibu Yuliana, yang juga mempunyai tiga anak. Dua orang bersekolah di NTT dan satu lainnya mengikut Ibu Yuliana.

Ibu Yuliana yang merantau ke Tawau karena diajak salah seorang familinya ketia ia masih gadis (belum menikah), kini bekerja pada majikan yang merupakan pegawai mahkamah (pengadilan), Yuliana merasa bersyukur karena diperlakukan dengan baik (sesuai hukum) selama bekerja dan mendapat upah yang cukup layak, yaitu sesuai dengan aturan yang ditetapkan berdasarkan perjanjian Indonesia-Malaysia (800 ringgit/bulan). Selain itu sang majikan juga banyak memberi arahan yang benar sehingga ia tidak pernah tersangkut perkara hukum selama bekerja di Malaysia.
Menikah di Tawau, saat dulu hendak menikah dengan suaminya yang bekerja di kebun sawit milik majikan Ibu Yuliana, tidak mengalami banyak kesulitan. Berdasarkan arahan dari majikannya Ibu Yuliana pertama-tama melapor ke Gereja di Tawau untuk mendapatkan surat keterangan bahwa ia memenuhi syarat untuk menikah (status gadis atau belum menikah). Pemberian rekomendasi dilakukan dengan pengecekan pihak gereja di Tawau ke gereja asal (melalui telefon) dimana Ibu Yuliana dulu menjadi jemaat (di NTT). Setelah mendapatkan surat rekomendasi (keterangan masih gadis atau belum menikah), ia mendatangi mahkamah guna mengajukan permohonan menikah (mengisi borang) dengan menyertakan paspor yang masih berlaku dan surat akte kelahiran. sehingga proses pengurusan rekomendasi dari gereja menjadi mudah. Karena seluruh persyaratan administrasi lengkap, ia dapat menikah dengan cara nikah kerajaan dengan mudah (nikah resmi dan mendapatkan akta nikah dari pemerintah). Selain nikah kerajaan juga terdapat nikah kampung, yaitu sejenis pernikahan siri (pernikahan sah hanya secara agama tapi tidak mendapat surat pengesahan pernikahan).
Satu hal yang luput dilakukan saat di Tawau adalah berkunjung ke Kantor Konsulat RI di Tawau. Pendamping yang kurang mengarahkan serta sedikitnya informasi yang dimiliki, menyebabkan kami tidak mengetahui bahwa kantor Konsulat RI di Tawau sesungguhnya berada dekat saja dari dermaga.




Hari Ke-Empat, Nunukan, Minggu, 23 Maret 2014:
Merasakan Kemeriahan Nunukan...


Hari ini sedianya akan diisi dengan kegiatan ke Sebatik. Akan tetapi mengingat pada hari ini ada kegiatan gerak jalan santai yang dilakukan oleh Tim Penggerak PKK kabuapten Nunukan dalam rangka hari Bhakti Karya PKK, diputuskan menunda perjalanan ke Sebatik dan menggantinya dengan mengikuti kegiatan gerak jalan santai yang diselenggarakan di GOR Nunukan tersebut. Kegiatan diikuti cukup banyak orang. Panitia mencetak enam ribu kupon, namun masih banyak peserta yang tidak mendapatkan. Kegiatan rutin tahunan tersebut selain menyediakan cukup banyak hadiah mulai dari dispenser, kulkas, sampai motor, sangat diminati masyarakat dan sekaligus menjadi semacam acara hiburan bagi mereka. Yang menarik kegiatan besar tersebut terinformasikan ke warga Nunukan dengan baik meski tidak terlihat spanduk-spanduk acara ditengah kota. Informasi didistribusikan melalui sekolah-sekolah dan OPD (SKPD) di Pemkab Nunukan, yang kemudian hadir dengan menyertakan keluarga mereka. Terbatasnya kegiatan hiburan di Nunukan menyebabkan warga menyambut acara yagn diselenggarakan Pemkab tersebut dengan penuh antusias selain lantaran hadiah-hadiah menggiurkan yagn disediakan. Yang menarik juga, saya bertemu lagi dengan pedagang mata uang yang saya kenal saat di kapal menuju Tawau. Nunukan memang kecil. Intensitas tertemuan dengan orang-orang yang ditemui menjadi begitu mudah. Pasti saja mereka saling mengenal satu sama lain dengan baik. Kultur masyarakat tradisional masih kental terlihat meski kota ini juga menjadi sentra kegiatan bisnis, terutama perdagangan barang-barang dari Tawau mulai dari makanan hingga pakaian sisa ekspor.

Selain mengikuti acara gerak jalan, hari ini kegiatan diisi dengan menulis log book. Sayang komputer rusak sehingga tidak bisa bekerja dengan baik...



Hari Ke-Lima,  Senin, 24 Maret 2014: 
Melirik Sebatik...
Perjalanan menuju sebatik dapat dilakukan dengan menggunakan speed boat baik melalui Tarakan (Tarakan-Sungai Nyamuk) maupun melalui Nunukan. Karena kami sudah berada di Nunukan, kami mendatangi Sebatik melalui dermaga Sei Jepun, menempuh perjalanan dengan perahu kecil bermesin dengan penumpang hanya 6 sampai 8 orang saja.

Kecatam Sebatik yang berada di sebelah timur laut Kalimantan, secara administratif terbagi menjadi dua bagian: bagian utara wilayah Negara bagian Sabah, Malaysia; dan bagian selatan yang masuk wilayah Indonesia, yaitu Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. 


Kantor KUA Sebatik Timur
Paska pemekaran (2012), Sebatik terbagi menjadi empat kecamatan (Sebatik Barat, Sebatik Utara, Sebatik Timur, Sebatik Tengah), meski dalam hal pelayanan sesungguhnya belum banyak berubah dengan kondisi pemerkaran, terbagi hanya menjadi dua bagian: Sebatik Barat dan Sebatik Induk (Sebatik Barat, Utara, Timur, dan Tengah). Setidaknya hal itu yang terjadi dalam pelayanan keagamaan. Hanya terdapat dua KUA, satu di Sebatik Barat yang berada di Jl. Ujang Bandung, Tembaring (tanah hibah yang dibangun tahun 2011 dengan luas tanah 1.800 meter persegi dan luas bangunan 156 meter persegi); dan satu lainnya di Sebatik Timur (melayani kecamatan lainnya yang tersisa), berlokasi di Jl. Gembira RT 13 (diperoleh dari hibah pada tahun 2006 dengan luas tanah 900 meter persegi dan luas bangunan 120 meter persegi). (Sumber: Daftar KUA Kabupaten Nunukan, ditanda-tangani oleh Kepala Kantor Kemenag Nunukan, Drs. H. Imam Mohtar, M.Pd; 25 Maret 2013). 

Pulau Sebatik yang memiliki suhu udara rata-rata agak panas (pada bulan-bulan tertentu seperti bulan April bisa mencapai 33 derajat), sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Selain itu terdapat pula mereka yang menggarap kebun buah-buahan dan sayur-sayuran seperti cempedak, pisang, kacang panjang; karena kondisi tanah di Sebatik (terutama Sebatik Barat) cukup subur. Selain itu terdapat pula warga yang melakukan penangkaran burung walet.
Nelayan di Sebatik umumnya menjual hasil laut mereka ke Tawau karena Tempat Penampungan Ikan (TPI) di Sebatik belum berfungsi sebagaimana mestinya. Berdasarkan penuturan salah seorang petugas TPI yang kebetulan bertemu dengan kami saat mengisi bensin, TPI Sebatik baru berfungsi sebagai tempat mengurus ijin usaha nelayanan (administratif) dan untuk kegiatan belajar mengajar bagi mahasiswa SMK jurusan perikanan yang ada di Sebatik. Selain itu para nelayan di Sebatik menjual hasil tangkapan ikannya ke Tawau karena mereka sesungguhnya terikat dengan para tauke yang telah memberi modal kepada mereka untuk membeli (membuat) boat, mesin, jala, dan berbagai kebutuhan untuk menangkap ikan lainnya. Sebagai konsekuensinya mereka harus menjual hasil tangkapan kepada tauke tersebut meski dibayar dengan harga rendah. Berdasarkan penuturan Pak Rustam yang mengantar kami selama di Sebatik, para tengkulak tersebut mengekspor ikan dengan kualitas baik ke Hongkong dan kualitas yang agak rendah di jual di Pasar Tawau. Ikan di Pasar Tawau selain dibeli penduduk Tawau juga dijual ke Nunukan dan Tarakan baik melalui pedagang Indonesia yang membeli barang ke Tawau maupun di drop oleh pedagang malaysia ke Nunukan dan Tarakan. Fakta lain yang juga ditemukan, selain dirugikan dengan harga beli yang rendah, para nelayan juga diharuskan membeli barang-barang kebutuhan pokok mereka ke toko milik para tauke/tengkulak tersebut.


Perahu kecil yang digunakan warga untuk membawa barang
dari Tawau ke Sebatik dan sebaliknya
Tentang mengapa warga Indonesia banyak berbelanja ke Tawau atau membeli produk-produk kebutuhan sehari-hari dari Malaysia (minyak goreng, gula, kopi, gas, kue-kue penganan bahkan sayur-mayur dan ikan), berdasarkan wawancara dengan penduduk Sebatik yang tepat tinggal di perbatasan (tinggal di sekitar Patok dua) serta informasi dari supir yang mengantar, hal tersebut karena barang-barang dari Tawau lebih murah dan lebih mudah didapat. 


Distribusi barang dari Tawau dapat dilakukan hanya dengan menggunakan sampan sejauh jarak tempuh 15 menit. Bandingkan dengan pasokan barang barang yang masuk ke Nunukan dan Sebatik dari Surabaya yang harus menempuh perjalanan berhari-hari (dua hari dua malam). Perjalanan itu menjadi lebih lama menginat kapal perintis Surabaya-Nunukan tidak setiap hari datang (dua minggu sekali). Itupun baru sampai Tarakan dan masih harus menyambung dengan kapal sejauh tiga jam untuk sampai ke Sebatik (Dermaga Sungai Nyamuk). Tapi mengaitkannya dengan nasionalisme warga, tampaknya terlalu mensimplifikasi persoalan. Tindakan warga perbatasan, berdasarkan pengamatan dan informasi warga, mengutip rational choice theory, semata karena alasan-alasan ekonomis-rasional (opportunity). 
Hal ini dapat dilihat dari pemenuhan kebutuhan warga terhadap pelayanan lainnya seperti pelayanan kesehatan. Meski di sekitar tempat tinggal mereka juga tersedia pelayanan kesehatan yang dikelola pemerintah Malaysia, warga tidak selalu mememanfaatkan (terutama mereka yang berada tepat di lokasi perbatasan seperti di sekitar patok satu, dua, maupun tiga). Jadi persoalan digunakannya mata uang ringgit untuk transaksi selain juga tetap menggunakan rupiah serta dominasi pemenuhan kebutuhan warga dengan produk Malaysia, terjadi lebih karena ketidak-mampuan pemerintah pusat (dan daerah) menyediakan alternatif pilihan yang lebih baik dibanding pilihan yang tersedia. 


Contoh lain terkait dengan pemenuhan kebutuhan warga terhadap gas yang seratus persen diperoleh dari Tawau. Penjualan gas kepada WNI sebetulnya merugikan pihak Malaysia karena gas yang dijual disubsidi Negara (Malaysia) dan karena itu pula transaksi yang terjadi sesungguhnya merupakan transaksi  "ilegal". Namun karena adanya supply and demand antara pedagang di Tawau yang ingin memperoleh untung dan WNI yang membutuhkan, transaksi terjadi dimana-mana. Pelintas batas Sebatik-Nunukan kadang di razia petugas, kadang dibiarkan. Mereka bahkan seperti menjadi korban "permainan" aparat yang menjadikan para pedagang di lintas batas tersebut sebagai "sumber income" pribadi. Begitu pula dengan pemenuhan kebutuhan terhadap BBM. Jika di fenomena antrian panjang di SPBU menjadi pemandangan biasa di Nunukan terutama pada pagi hari sebelum warga beraktifitas, di Sebatik pemandangan seperti itu relatif jarang ditemui. Pedagang BBM eceran pun tampak dimana-mana. Hal itu karena BBM dari Tawau dengan mudah masuk ke Sebatik bahkan juga masuk ke Tarakan dan Nunukan. 

Yang menarik, menyaksikan Sebatik, seperti melihat Kalimantan namun rasa Sulawesi (Makasar)! 90 persen lebih penduduk Sebatik pendatang dari Bugis. Mereka bahkan bisa dibilang yang membuka dan menaklukan Sebatik yang semula tak berpenghuni. Selain itu terdapat para perantau dari pulau Jawa yang terlihat berjualan di pasar-pasar (berdagang sayur dan kelontong, menurut cerita Pak Rustam supir merangkap guide kami). Suku dayak sendiri hampir bisa dibilang tidak ada di Sebatik. Mereka umumnya berada di Krayan, Sebuku, dan beberapa pulau yang ada di dekatnya.

Persoalan pelayanan keagamaan yang menonjol sebagaimana halnya Nunukan, terkait dengan pernikahan tidak tercatat. Tidak selalu dilakukan oleh penduduk Sebatik, karena banyak juga dilakukan oleh mereka yang berdomisili di Tawau namun karena terkendala administrasi memilih numpang menikah di Sebatik yang dianggap lebih mudah diajak berdamai guna mengeluarkan ijin atau lebih mudah dibujuk untuk mau menikahkan jika pernikahan dilakukan secara siri. Penjelasan dari petugas KUA Sebatik Barat hal itu dilakukan untuk menolong agar mereka bisa disahkan secara agama dan tidak masuk kategori berzina.

Persoalan lain terkait dengan banyak dan mudahnya perjalanan dari dan ke Tawau dari Sebatik (meski jalur tersebut sesungguhnya ilegal) yang menyebabkan perlintasan orang dan barang menjadi sangat tinggi. Peningkatan kasus penyelundupan narkoba yang terdeteksi dari semakin banyaknya kasus penangkapan terjadi, setidaknya menjadi penanda. Ada yang disembunyikan dibelakang plat nomor kendaraan, diantara barang-barang dagangan, dll. Yang memprihatinkan, pelaku sangat beragam termasuk perempuan dan remaja dan sebagian besar dilakukan dalam skala kecil. Selain penggunaan narkoba oleh warga terutama para pemuda yang perlu jadi perhatian terutama para penyuluh agama, berbagai kasus prostitusi juga merupakan isu lain yang perlu diwaspadai mengingat banyaknya tempat-tempat yang dapat digunakan. Kedai-kedai di Sebatik misalnya, umumnya tutup hingga larut malam bahkan dini hari. Selain itu menurut penuturan guide kami, terdapat tempat yang biasa digunakan orang-orang untuk itu (tidak selalu penduduk sebatik tetapi banyak juga dilakukan oleh para pelintas), penyakit sosial yang umumnya kerap terjadi di daerah pantai yang memang terbuka, selain kulturnelayan yang agak santai dalam menggunakan waktu (terutama saat tidak melaut) dan menggunakannya dengan berbincang di kedai-kedai.

Hari Ke-Enam, Sebatik dan Nunukan, Selasa 26 Maret 2014
Kembali dari Sebatik dan sampai kembali ke Hotel. bukan lagi di Laura Hotel tapi di Neo Fortune yang lokasinya tepat di depan alun-alun.

Sore hari mendatangi perpustakaan daerah dengan maksud mendapatkan data. Sayangnya tidak terdapat dokumen dimaksud karena lebih merupakan perpustakaan umum yang menyediakan bacaan umum untuk masyarakat seperti majalah dan buku-buku cerita. Namun demikian berhasil melihat buku DDA (Daerah Dalam Angka) Kabupaten Nunukan meski untuk edisi yang agak ketinggalan jaman (tahun 2006-2008). Mencoba mendokumentasikan informasi dari buku tersebut dengan memotret bagian-bagian yang penting, sayangnya foto-foto berisi informasi dari buku tersebut kemudian hari terhapus dari HP karena salah penggunaan. Maklum hp baru jadi masih agak tak paham benar cara penggunaannya (alasan untuk tidak mengatakan gaptek..he...he....).

Selepas magrib saya mendatangi rumah Ketua FKUB guna mengantar undangan FGD yang akan dilaksanakan pada hari Kamis 26 Maret 2014. Sempat menunggu beberapa saat karena Ketua FKUB sedang berada ditempat pesta pernikahan yang diselenggarakan diseberang rumah beliau (memimpin doa), saya akhirnya berhasil menjumpai meski tidak sempat berdiskusi lama lantaran yang bersangkutan harus memimpin shalat Isya berjama'ah. Direntang waktu yang sempit itu ketua FKUB sempat bercerita sedikit tentang fenomena kerukunan antar umat di Nunukan. Menjabat sebagai ketua FKUB sejak pertama kali dibentuk pada tahun 2006, kerukunan umat di Nunukan menurutnya sangatlah baik. Sebagai contoh meski Mesjid yang berada di seberang rumahnya dikitari penduduk non muslim, mereka tidak mendapat kesulitan berarti saat ingin mendirikan mesjid tersebut dulunya. Selain itu hampir tidak pernah terjadi konflik antar etnis maupun antar agama. Toleransi masyarakat dayak sangatlah bagus. Sebagai contoh saat natal mereka menyediakan makanan khusus untuk muslim yang datang berkunjung (berupa nasi box yang dimasak oleh orang muslim yang dipanggil untuk itu). Begitu pula saat pernikahan atau kegiatan-kegiatan pesta lainnya. Pemisahakan makanan untuk muslim sudah menjadi tradisi yang dilakukan di Nunukan oleh non-muslim. Sebelum pelaksanaan kampanye FKUB juga sempat memfasilitasi diadakannya dukungan terhadap kegaitan Deklarasi Kampanye Damai oleh para pemuka agama yang turut hadir pada acara yang dilaksanakan KPUD Kab. Nunukan tersebut seminggu sebelum kami datang ke Nunukan. Beberapa saat yang lalu, sebelum kegiatan kampanye, sempat ada pihak yang ingin "menghembuskan" sentimen kelompok. Namun hal tersebut lebih karena perebutan kepentingan politik dan dilakukan oleh pendatang, yaitu tim sukses caleg yang bukan orang Nunukan namunn bekerja untuk caleg yang dapilnya kebetulan di Nunukan. Selain itu pernah pula ada kasus konflik internal umat beragama yang berebut jama'ah (gereja) namun dalam skup yang sangat terbatas dan kasusnya tidak banyak (hanya dua kasus saja).  


Hari Ke-Tujuh, Nunukan, Rabu 25 Maret 2014

Kegiatan hari ini diawali dengan mendatangi Bappeda Nunukan guna mendapatkan dokumen Daerah Dalam Angka (DDA) atau profil Kab Nunukan yang berisii informasi mengenai kondisi fisik, demografi, sosio kultural dan politik serta perekonomian daerah selain informasi mengenai resources (SDM dan SDA termasuk anggaran) Kab. Nunukan. Diperoleh data DDA Kab. Nunukan Tahun 2013 (data Kab. Nunukan Tahun 2012) dan DDA Tahun 2012 (data Kab. Nunukan Tahun 2011), melengkapi DDA sebelumnya yang diperoleh di perpustakaan daerah, yaitu DDA tahun 2006-2008. Data Nunukan Tahun 2013 tidak tersedia karena Bappeda tidak mengusulkannya sebagai kegiatan mengingat keterbatasan pendanaan.

Beberapa informasi penting yag diperoleh diantaranya terkait dengan visi, misi, dan program unggulan Kabupaten Nunukan. Sebagaimana tertera dalam dokumen, visi pembangunan Kab. Nunukan  (2011-2016) adalah: Terwujudnya  Masyarakat Nunukan Yang Maju, Aman , Damai, Bermoral, Demokratis, Mandiri, Sejahtera, Dan Berdaya Saing Sebagai Beranda Terdepan NKRI; sedangkan misinya adalah:
  1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (Good and Clean Government).
  2. Meningkatkan mutu pendidikan dan layanan kesehatan masyarakat serta layanan dasar sosial lainnya yang didukung dengan pendayagunaan IPTEK.
  3. Meningkatkan perekonomian daerah yang berdaya saing melalui investasi, pemanfaatan SDA dan pengembangan ekonomi kerakyatan.
  4. Meningkatkan sarana prasarana publik, energi, sistem transportasi dan optimalisasi tata ruang.
  5. Mewujudkan Daerah Perbatasan yang Maju dan Mandiri.
  6. Mewujudkan Pembangunan yang berwawasan lingkungan (Suistainable Development).
  7. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban masyarakat dengan menjunjung tinggal keadilan dan HAM.
Visi-misi tersebut dijabarkan ke dalam 14 Program unggulan, yang dikenal dengan Program Gerbang Emas Kabupaten Nunukan, yaitu:

  1. Pendidikan Gratis 12 Tahun
  2. Bantuan Bea Siswa dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi
  3. Penyediaan Angkutan sekolah bagi pelajar
  4. Pengobatan gratis bagi masyarakat Nunukan
  5. Penyediaan KTP dan akte Kelahitan Gratis
  6. Bantuan bagi Rumah Ibadah
  7. Bantuan duka
  8. Subsidi Ongkos Angkut barang dan orang
  9. Bantuan Modal Usaha bagi UMKM dan Koperasi
  10. Bantuan Sarana Produksi Pertanian
  11. Bedah Rumah
  12. Penyediaan Sarana kelistrikan (Solar Sel)
  13. Bantuan untuk pembuatan sertifikat Tanah
  14. Penanggulangan Kemiskinan Berbasis By Name By Address
Informasi lain yang relevan, di dalam DDA juga terdapat data jumlah rumah ibadah, jumlah jama’ah haji, jumlah penduduk berdasarkan agama, jumlah pemeluk agama, meski mengenai jumlah pemeluk agama ini, sebagaimana diungkap Kepala Kemenag pada saat perkenalan di awal kedatangan kami di Nunukan, validitasnya tidak dapat sepenuhnya dijamin.

Hal lain yang menarik, terkait dengan kasus kriminalitas yang cukup menonjol terjadi di Nunukan. Angka penggunaan dan penyelundupan narkoba, human trafficking, KDRT, dan tindakan asusila, cukup tinggi dibanding dengan kasus kriminalitas lainnya (pencurian, pembunuhan, penipuan, dan lain-lain). Gambaran kriminitalitas ini juga dijadikan sebagai bahan diskusi dalam kegiatan FGD, terutama informasi mengenai bagaimana keterlibatan (peran Kantor Kemenag) dalam membantu mengatasi fenomena sosial tersebut.

Selain mendatangi Bappeda, kegiatan lain yang dilakukan hari ini adalah mengunjungi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kab. Nunukan yang berada di Gadis 1 atau kantor gabungan dinas-dinas (Selain Gadis 1 juga terdapat Gadis 2), serta ke Sei Jepun menjemput tim Nunukan yang kembali dari Sebatik hari ini (Mbak Lastri dan Bu Atik). Data yang hendak diminta dari BPPKB sayangnya belum berhasil diperoleh karena Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak [1] tidak berada di tempat, sedang pergi ke dokter karena darah-tingginya naik; sedangkan Ketua P2TP2A (Pusat Perlindungan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), Hj. Fajar Arsidara, Spdi, MM yang juga anggota DPRD Kab. Nunukan (Ketua Komisi 3), tidak setiap hari datang karena kesibukannya. Adapun stafnya (seorang perempuan dan seorang laki-laki), keduanya sedang tidak berada di tempat. Namun berhasil diperoleh nomer kontak Bidang Pemberdaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu Nilma, sehingga berhasil diatur pertemuan di luar kantor dengan yang bersangkutan pada hari itu juga, sore hari di Hotel tempat menginap.
Dari Ibu Nilma diperoleh beberapa informasi penting mengenai kasus-kasus perkawinan di Kab. Nunukan, yaitu sebagai berikut:
-      Hanya ada satu kasus yang pernah masuk ke P2TP2A, yaitu kasus KDRT yang dialami seorang PNS di Kantor Imigrasi. Korban sempat dua kali datang dan diberi pengarahan, namun tidak kembali datang ke P2TP2A ketika disarankan meminta surat ijin cerai kepada atasannya jika memang sudah bulat tekad untuk bercerai. Ada ketentuan bahwa PNS diharuskan memperoleh ijin tertulis atasan jika ingin bercerai.
-    Kasus yang terbanyak masuk ke P2TP2A adalah kasus trafficking, yaitu 8 kasus, yang terjadi pada tahun 2012. Seuruhnya adalah WNI yang berada di Tawau, dibantu P2TP2A hingga berhasil dikembalikan ke daerah asal (Jawa Timur dan Jawa Tengah). Mereka dijemput keluarga di Balik Papan, sementara P2TP2A membantu proses pemulangan ke Nunukan hingga Balik Papan. 
-       Pada tahun 2013, terdapat kasus KDRT yang masuk ke P2TP2A, yaitu kasus KDRT yang dilakukan seorang ayah kepada istri dan 12 anaknya yang seluruhnya perempuan hingga sang anak hamil. Setelah sempat ditampung di panti milik Dinas Sosial selama 10 hari, ibu dan kedua-belas anaknya tersebut akhirnya berhasil dipulangkan ke Sulawesi. Kasus terungkap berkat laporan tetangga korban kepada polisi. Piihak kepolisian kemudian melibatkan P2TP2A untuk penyelesaiannya karena hubungan yang cukup baik diantara keduanya.

Hari ke delapan, Kamis, 27 Maret 2014
Pelaksanaan FGD dilakukan dua tahap, yaitu dengan institusi pemerintahan dan dengan masyarakat. Dengan institusi pemerintahan dihadiri oleh: 

Hari kesembilan, Jum'at 28 Maret 2014
Menulis Log book dan bertemu dengan KUA Sebatik Barat di Hotel tempat menginap.
Tak banyak informasi yang diperoleh dari KUA Sebatik Barat selain peneguhan terhadap informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Salah satu kasus yang banyak ditangani di Sebatik Barat diantaranya terkait dengan nikah antar negara (WNI dengan warga negara Malaysia). Karena menurut peraturan harus mendapat rekomendasi dari Jakarta (konsulat)., maka yang dilakukan oleh KUA hanya membantu WNI yang akan menikah tersebut mengisi form isian yang ada yang ditujukan ke konsulat Malaysia di Jakarta. 

KUA sebatik barat sudah mulai beroperasi sejak tahun 2008, Sebatik Barat sangat kekurangan buku nikah terutama karena banyaknya peristiwa isbath nikah yang dilakukan setelah mereka ada kebutuhan untuk membuat KK (untuk paspor, anak masuk sekolah, atau untuk mendapatkan bantuan jaminan kesehatan).  KUA mengarahkan mereka untuk mengajukan ke pengadilan agama untuk pelaksanaan isbath nikah dan menindak-lanjuti hasil keputusan pengadilan tentang isbath nikah tersebut.  Kasus tidak jelasnya riwayat nikah karena nikah siri, bercerai tentu harus secara siri pula, sementara syarat untuk menikah kembali harus mempunyai keterangan surat cerai. Sehingga sering terjadi suami dan istri kedua-duanya sudah berpisah dan menikah dengan orang lain

Persoalan lain terkait dengan mahalnya biaya pemberkasan kembali N1 sd N4, terutama yang dilakukan jarak jauh (dari Tawau). Biaya bisa sampai satu-dua juta sehingga sangat memberatkan. Biaya yagn ditagihkan dikirimkan atas nama lembaga dan mereka sudah punya indeks biaya jarak jauh. Usulan terkait hal tersebut di Konsulat Indonesia di Tawau ada petugas yang diposisikan mengurus persoalan pernikahan (melakukan tugas KUA). 

Persoalan lain masih beredarnya LAZ dan kecenderungan untuk menyalurkan zakat ke daerah asal (Sulawesi), sehingga potensi ziswaf tidak masuk ke Nunukan tapi ke Sulawesi.

Hari ke sepuluh, Sabtu, 29 Maret 2014:
Kegiatan hari ini diisi dengan mengunjungi Kapolres Nunukan guna meminta data kriminalitas Kabupaten Nunukan. Meski awalnya pihak kepolisian agak berkeberatan karena saya datang bukan pada hari kerja, dengan sedikit pendekatan akhirnya mereka bersedia melayani. Setelah menunggu cukup lama saya dapat bertemu dengan Wakasatreskrim Nunukan yang kebetulan orang seberang (Sumut). Dengan menggunakan pendekatan fanatisme kesukuan, Wakasatreskrim berjanji akan memberi data dan mempertemukan saya dengan Kasatreskrim pada esok hari karena data perlu dicari dan Kasatreskrim sedang tidak ada di tempat, mengamankan kampanye PBB yang cukup meriah. Harap dipahami PBB memperoleh kursi mayoritas di Nunukan dan berhasil menghantarkan kadernya menduduki posisi Bupati pada periode sebelumnya.

Sore hari kegiatan diisi dengan menulis log book

Hari ke sebelas, Minggu 30 Maret 2014
Mengunjungi Kapolres Nunukan, meminta data kriminal di Nunukan ke Kasatreskrim, Ajun Komisaris Polisi Suparno, S.Sos. Berdasarkan data yang diberikan, kasus anak berurusan dengan hukum (ABH) cukup banyak terjadi. Kasus pada tahun 2013 misalnya, terdapat 41 kasus yang ditangani oleh pihak kepolisian. Kasus terjadi baik anak sebagai korban maupun pelaku. Kasus dimaksud berupa pencurian, penganiayaan, dan banyak pula terkait dengan narkoba. Kasatreskrim agak mengkhawatirkan persoalan narkoba di Nunukan. Menruutnya meski Nunukan bukan daerah tujuan, sebagai daerah lintasan "kebocoran" pengiriman narkoba sangat mungkin terjadi baik karena disengaja maupun tidak. Keuntungan yang menggiurkan menjadi daya tarik. Banyaknya temapt atau lokasi yang memungkinkan terjadinya transaksi atau tempat penggunaan narkoba juga menjadi kekhawatirannya. Selain kasus narkoba juga ditemukan kasus trafficking meski tidak banyak. Tahun lalu hanya terjadi dua kasus. Namun diakui oleh Kasatreskrim bahwa yang terjadi di lapangan tentu saja bisa lebih banyak. Sebagai pintu masuk yang relatif mudah menuju Malaysia yang merupakan tujuan para pencari kerja migran, kasus trafficking dan TKI ilegal sangat mungkin terjadi. Mengenai TKI ilegal, karena tidak lagi ditangani kepolisian tapi dihandle langsung oleh pusat (BNP2TKI), mereka tidak lagi menangani. Tidak terdapat kasus tersebut pada tahun 2013. KDRT tercatat tidak terdapat kasus pada tahun 2013, namun pada tahun sebelumnya ditemukan beberapa kasus yang terjadi diantaranya karena kultur orang bugis yang keras (temperamental) selain persoalan tidak adanya dokumen resmi (pernikahan yang tidak tercatat yang menyulitkan penuntutan ketika salah satu pihak merasa dirugikan, misalnya karena tidak dinafkahi atau karena ditinggal menikah lagi). Selain itu pernah pula terjadi kasus KDRT yang dilakukan ayah terhadap anak dan istrinya, yang ditangani bersama dengan P2TP2A. Pelibatan P2TP2A biasanya dilakukan untuk kasus yang membutuhkan pendampingan khusus seperti membantu pemulangan ke daerah asal (Sulawesi) selain kebutuhan penenangan secara psikologis.

Kembali sebentar ke Hotel, jam dua siang bersama Bu Kustini mengunjungi Bappeda bertemu dengan Kasubag Keagamaan (berada di bawah Kabag Kesra) PemKab Nunukan (menyusul ya laporannya...)

Hari ke dua belas, Senin,31 Maret 2014
-Menuju Balik Papan: Menulis laporan dan log book
Hari ke tiga belas, 1 April 2014
-Perjalanan pulang ke Jakarta



[1] Terdapat tiga bidang di BPPKB Kab. Nunukan, yaitu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak PP dan PA), Bidang KB, dan Bidang Keluarga Sejahtera. Untuk kepentingan riset bidang yang relevan adalah Bidang PP dan PA.